Kebebasan Pers adalah kebebasan menggunakan pendapat, baik secara tulisan maupun lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, dan keamanan dalam masyarakat. Kebebasan pers harus disertai tanggung jawab sebab kekuasaan yanb besar dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-mena. Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan bangsa. Inilah segi tanggung jawab pers. Jadi, pers diberikan kebebasan dengan disertai tanggung jawab sosial.
Nah, pada kesempatan kali ini Zona Siswa kembali hadir ingin menyampaikan sebuah penjelasan mengenai kebebasan pers yang mencakup landasan hukum kebebasan pers di Indonesia, aliran kebebasan pers, dan dampak penyalahgunaan kebebasan pers. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
A. Landasan Hukum Kebebasan Pers di Indonesia
Kebebasan pers adalah kebebasan dalam konsep, gagasan, prinsip, dan nilai cetusan yang bersifat nalriah kemanusiaan di mana pun manusia berada. Nilai kemanusiaan adalah naluri mengeluarkan perasaan hati kepada orang lain sebagai pribadi yang suaranya ingin diperhitungkan dan timbul dari keinginannya untuk menegaskan eksistensinya. Untuk itu, jenis kebebasan meliputi hal-hal berikut.
- Kebebasan pers (freedom of the press)
- Kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat (freedom of the opinion and expression)
- Kebebasan berbicara (freedom of the speech)
Kebebasan untuk menyampaikan, mempunyai, dan menyiarkan pendapat melalui pers dijamin oleh konstitusi negara di mana pun pers berada. Oleh sebab itu, jaminan kebebasan pers bersifat universal. Hal ini dijamin dalam Piagam HAM PBB (Universal Declaration of Human Rights) Pasal 19 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa pun dengan tidak memandang batas-batas wilayah.
Kebebasan berbicara untuk memperoleh informasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak asasi tersebut dijamin dalam ketentuan perundang-undangan dan merupakan hak setiap warga negara. Negara Indonesia telah menjamin hak kebebasan berbicara dan informasi bagi warga negara. Jaminan kebebasan berbicara dan informasi itu, antara lain sebagai berikut.
- Pasal 28 UUD 1945, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."
- Pasal 28 F UUD 1945, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
- Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 da 21 yang isinya sebagai berikut. (20) "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya." (21) "Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluaran yang tersedia."
- Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi Manusia. (1) "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperolah informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya." (2) "Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia."
B. Teori tentang Kebebasan Pers
Kebebasan Pers memiliki empat aliran yang menghasilkan teori mengenai pers. Teori tersebut adalah sebagai berikut.
- Teori Pers TotalitarianTeori ini muncul di Rusia pada abad ke-19. Falsafah teori totalitarian adalah media massa sebagai alat negara untuk menyampaikan segala sesuatunya kepada rakyat. Pengguna media adalah anggota partai yang setia. Media massa dikontrol secara ketat oleh pemerintah dan dilarang melakukan kritik atas tujuan dan kebijakan.
- Teori Pers LibertarianTeori ini muncul di Inggris, kemudian masuk ke Amerika hingga keseluruh dunia. Falsafah teori ini adalah pers memberi penerangan dan hiburan dengan menghargai sepenuhnya individu. Teori libertarian menganut paham ideologi kebebasan pers yang sebebas-bebasnya tanpa ada campur tangan pengontrol terhadap media di dalamnya. Ideologi inilah yang diterapkan oleh media massa yang bercorak free press. Pers menjadi alat kontrol masyarakat kepada pemerintah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
- Teori Pers Social ResponsibilityTeori ini menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab sosial. Teori ini dikembangkan di Amerika pada abad ke-20. Falsafah teori ini adalah pers memberikan penerangan, hiburan, dan menjual produk. Namun, pers dilarang melanggar kepentingan orang lain dan masyarakat. Teori ini berada di tengah antara teori authoritarian dan libertarian. Hingga saat ini, dunia pers di Amerika menganut teori social responsibility yang berada netral di antara kedua kutub yang ada.
- Teori Pers AuthoritarianTeori ini dikembangkan di Inggrismulai abad ke-16 dan 17, kemudian ke seluruh dunia. Falsafah teori authoritarian adalah pers menjadi kekuasaan mutlak kerajaan atau pemerintah yang berkuasa guna mendukung kebijakannya. Pers difungsikan untuk mengabdi pada kepentingan negara. Dengan demikian, yang berhak menggunakan media komunikasi adalah siapa pun yang mendapat izin dari kerajaan atau pemerintah. Teori ini memberikan keleluasaan kepada negara untuk melakukan intervensi kepada pers.
C. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan, "Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum". Ini artinya, kemerdekaan pers bukan berarti pers merdeka dan bebas sebebas-bebasnya dalam menyajikan berita, melainkan juga harus diikuti dengan kesadaran akan pentingnya penyampaian berita yang santun, berkaidah jurnalistik, dan menjujung supremasi hukum.
Tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik wartawan harus benar-benar dijalankan, tidak hanya dijadikan "Raja Kertas" yang harus megalah demi kepentingan pragmatis. Inilah makna hakiki kebebasan pers yang bertanggung jawab, masyarakat perlu lebih selektif dalam memilih pemberitaan. Saat ini, kebebasaan pers dan kebebasan berpendapat, secara kontraproduktif justru dimanfaatkan oknum-oknum media untuk menyimpang dari orientasi perjuangan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Berikut adalah penyampaian informasi/berita yang disalahgunakan.
- Distori informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi infirmasi, akibatnya maknanya berubah.
- Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.
- Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang melanggar hak-hak pribadi narasumber.
- Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra negatif yang menjatuhkan.
- Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komodiatas secara serampangan tanpa memperhatikan batasan norma dan kepatuhan.
- Meracuni pikiran anak-anak: ekploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak normal pada hal-hal yang tidak mendidik.
- Peyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik dalam suatu praktik mass deception (pembohongan massa).
Terima kasih sudah berkenan berkunjung dan membaca artikel Pendidikan Kewarganegaraan di atas tentang Kebebasan Pers, semoga bisa bermanfaat dan menambah wawasan sobat sekalian. Apabila ada suatu kesalahan baik berupa penulisan maupun isi, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya. ^^Maju Terus Pendidikan Indonesia^^
Lihat juga:
Lihat juga: